Eka Kurniawan

The epic novel "Beauty Is a Wound" combines history, satire, family tragedy, legend, humor, and romance in a sweeping polyphony. The beautiful Indo prostitute Dewi Ayu and her four daughters are beset by incest, murder, bestiality, rape, insanity, monstrosity, and the often vengeful undead. Kurniawan's gleefully grotesque hyperbole functions as a scathing critique of his young nation’s troubled past: the rapacious offhand greed of colonialism; the chaotic struggle for independence; the 1965 mass murders of perhaps a million "Communists," followed by three decades of Suharto's despotic rule.

"Beauty Is a Wound" astonishes from its opening line: One afternoon on a weekend in May, Dewi Ayu rose from her grave after being dead for twenty-one years. Drawing on local sources—folk tales and the all-night shadow puppet plays, with their bawdy wit and epic scope—and inspired by Melville and Gogol, Kurniawan's distinctive voice brings something luscious yet astringent to contemporary literature.

Beauty is a Wound

Cantik Itu Luka

Di akhir masa kolonial, seorang perempuan dipaksa menjadi pelacur. Kehidupan itu terus dijalaninya hingga ia memiliki tiga anak gadis yang kesemuanya cantik. Ketika mengandung anaknya yang keempat, ia berharap anak itu akan lahir buruk rupa. Itulah yang terjadi, meskipun secara ironik ia memberinya nama si Cantik.

Camila

"If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven." - Eka Kurniawan, Beauty Is a Wound. 

Buku ini cantik sebagaimana judul yang diberikan dan cerita di dalamnya penuh dengan luka, sebagaimana tertara pula pada judul yang diberikan…

Cantik itu Luka, menjadi buku ke-6 yang berhasil aku selesaikan di tahun ini dengan rentang waktu baca yang cukup singkat. Buku yang memberikan kesempatan kepadaku melihat, mempelajari, dan ikut serta dalam cerita yang disuguhkan di dalamnya. 

It was so nice to know Dewi Ayu and any characters for the book.

Buku ini akan membawa kita sebagai pembaca memasuki lorong waktu, kembali kepada masa kolonial, pendudukan Jepang, dan pasca kemerdekaan. Dipandu Dewi Ayu sebagai tokoh yang memercik semua cerita yang akhirnya saling berkesinambungan menciptakan kisah yang luar biasa cantik. Dewi Ayu… sebagaimana namanya ia terlahir dengan paras yang cantik, nyaris sempurna. Perempuan tegas yang tak kenal gentar, tak pernah terlihat lemah bahkan enggan untuk menyerah sedikitpun, jangan lupakan bahwa ia sedikit gila. Buku ini berpusat pada kehidupan Dewi Ayu dan keluarga intinnya dengan beberapa kisah pengiring yang masih relevan dan berkaitan dengan Dewi Ayu.

Cantik itu Luka, memperlihatkan sisi lain sebuah kata berupa “Cantik” dari sudut pandang lain, ketika secara umum kita akan membayangkan bahwa “cantik” itu indah, rupawan, dan identik dengan perempuan, bahkan dengan memiliki label ‘Cantik’ siapapun di luar sana akan memiliki banyak keuntungan melimpah, melalui buku ini, Eka Kurniawan memperlihatkanku sudut pandangan lain mengenai ‘Cantik’. Cantik yang sarat akan luka, kesedihan, kemalangan, dan ketidakberuntungan. Semua terangkum dan tersaji bersamaan dengan apik.

Tidak perlu khawatir setiap menemukan plot yang tidak terbayangkan akan muncul dipikiran, karena memang begitulah buku ini, penuh dengan plot-plot cerita yang tidak bisa diduga. Alur yang maju dan mundur juga hal yang akan didapatkan saat kamu membaca buku ini, tidak perlu khawatir karena seperti plot, perpindahan alurnya sangat mulus dan tidak begitu mengganggu, terkhusnya menurutku secara pribadi. Hanya saja … membaca buku ini terasa seperti menaiki roller coaser yang akan membawa kita pada perasaan-perasaan berbeda setiap detiknya, sebagaimana saat membaca bagian menegangkan saat Kamerad Kliwon dan pasukannya ditangkap dan dieksekusi, lalu tiba-tiba memasuki bagian Farida dan Kamino yang menakutkan. Atau…saat membaca bagian Alamanda dengan Shodancho yang tengah menikmati sore yang hangat lalu berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan menyayat hati. Buatku, cerita ini sukses disajikan dengan pesan yang sampai padaku sebagai pembaca.

Eka Kurniawan selaku penulis buatku, sukses menyajikan suatu cerita yang berbeda daripada kebanyakan buku-buku yang sudah aku baca. Bagaimana suatu kehidupan dengan misterinya, bagaimana sebuah keluarga, bagaimana pembalasan dendam, bagaimana bringasnya manusia, dan masih banyak lagi bagaimana-bagaimana lain yang diperlihatkan dari buku ini.

Oh iya, saranku jika kamu masih di bawah 18 tahun, tahan sebentar keinginanmu untuk membaca buku ini. Buku ini tidak cocok dibaca untuk kamu yang masih berada di bawah umur 18 tahun karena mengandung beberapa isu yang sensitif, ungkapan yang vulgar, ketidak masuk akalan, dan tentunya… hal yang menyeramkan. Tunggu sampai usia kalian cukup, ya! Tidak lama kok, hanya perlu menunggu sampai ulangtahunmu yang ke 18 tahun.

Terima kasih untuk buku yang cantik yang penuh dengan pembelajaran dan membuatku jadi begitu bersyukur dengan kehidupan yang aku miliki. Terima kasih Dewi Ayu karena sudah menunjukan kecerdikan akal pikiranmu, ketenangan dan keteguhan hati, dan prinsip yang kuat. Terima kasih Alamanda dengan kekerasan kepalanya, Adinda yang sabar dan setia hingga jodohnya datang, dan Maya Dewi dengan kecerdasan dan sosok yang digambarkan lugu dan penurut.

It was a pleasure getting to know Dewi Ayu and all the characters in this book (´◡`)

Bi Di

Buku ini cantik sebagaimana judul yang diberikan dan cerita di dalamnya penuh dengan luka, sebagaimana tertara pula pada judul yang diberikan…

Cantik itu Luka, menjadi buku ke-6 yang berhasil aku selesaikan di tahun ini dengan rentang waktu baca yang cukup singkat. Buku yang memberikan kesempatan kepadaku melihat, mempelajari, dan ikut serta dalam cerita yang disuguhkan di dalamnya. It was so nice to know Dewi Ayu and any characters for the book.

Buku ini akan membawa kita sebagai pembaca memasuki lorong waktu, kembali kepada masa kolonial, pendudukan Jepang, dan pasca kemerdekaan. Dipandu Dewi Ayu sebagai tokoh yang memercik semua cerita yang akhirnya saling berkesinambungan menciptakan kisah yang luar biasa cantik. Dewi Ayu… sebagaimana namanya ia terlahir dengan paras yang cantik, nyaris sempurna. Perempuan tegas yang tak kenal gentar, tak pernah terlihat lemah bahkan enggan untuk menyerah sedikitpun, jangan lupakan bahwa ia sedikit gila. Buku ini berpusat pada kehidupan Dewi Ayu dan keluarga intinnya dengan beberapa kisah pengiring yang masih relevan dan berkaitan dengan Dewi Ayu.

Cantik itu Luka, memperlihatkan sisi lain sebuah kata berupa “Cantik” dari sudut pandang lain, ketika secara umum kita akan membayangkan bahwa “cantik” itu indah, rupawan, dan identik dengan perempuan, bahkan dengan memiliki label ‘Cantik’ siapapun di luar sana akan memiliki banyak keuntungan melimpah, melalui buku ini, Eka Kurniawan memperlihatkanku sudut pandangan lain mengenai ‘Cantik’. Cantik yang sarat akan luka, kesedihan, kemalangan, dan ketidakberuntungan. Semua terangkum dan tersaji bersamaan dengan apik.

Tidak perlu khawatir setiap menemukan plot yang tidak terbayangkan akan muncul dipikiran, karena memang begitulah buku ini, penuh dengan plot-plot cerita yang tidak bisa diduga. Alur yang maju dan mundur juga hal yang akan didapatkan saat kamu membaca buku ini, tidak perlu khawatir karena seperti plot, perpindahan alurnya sangat mulus dan tidak begitu mengganggu, terkhusnya menurutku secara pribadi. Hanya saja … membaca buku ini terasa seperti menaiki roller coaser yang akan membawa kita pada perasaan-perasaan berbeda setiap detiknya, sebagaimana saat membaca bagian menegangkan saat Kamerad Kliwon dan pasukannya ditangkap dan dieksekusi, lalu tiba-tiba memasuki bagian Farida dan Kamino yang menakutkan. Atau…saat membaca bagian Alamanda dengan Shodancho yang tengah menikmati sore yang hangat lalu berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan menyayat hati. Buatku, cerita ini sukses disajikan dengan pesan yang sampai padaku sebagai pembaca.

Eka Kurniawan selaku penulis buatku, sukses menyajikan suatu cerita yang berbeda daripada kebanyakan buku-buku yang sudah aku baca. Bagaimana suatu kehidupan dengan misterinya, bagaimana sebuah keluarga, bagaimana pembalasan dendam, bagaimana bringasnya manusia, dan masih banyak lagi bagaimana-bagaimana lain yang diperlihatkan dari buku ini.

Oh iya, saranku jika kamu masih di bawah 18 tahun, tahan sebentar keinginanmu untuk membaca buku ini. Buku ini tidak cocok dibaca untuk kamu yang masih berada di bawah umur 18 tahun karena mengandung beberapa isu yang sensitif, ungkapan yang vulgar, ketidak masuk akalan, dan tentunya… hal yang menyeramkan. Tunggu sampai usia kalian cukup, ya! Tidak lama kok, hanya perlu menunggu sampai ulangtahunmu yang ke 18 tahun.

Terima kasih untuk buku yang cantik yang penuh dengan pembelajaran dan membuatku jadi begitu bersyukur dengan kehidupan yang aku miliki. Terima kasih Dewi Ayu karena sudah menunjukan kecerdikan akal pikiranmu, ketenangan dan keteguhan hati, dan prinsip yang kuat. Terima kasih Alamanda dengan kekerasan kepalanya, Adinda yang sabar dan setia hingga jodohnya datang, dan Maya Dewi dengan kecerdasan dan sosok yang digambarkan lugu dan penurut.

It was a pleasure getting to know Dewi Ayu and all the characters in this book (´◡`)

Salam hangat,

Bi•Di 

it feels like i was torn apart along with the women in this book. so many terrifying imagery in my head, my heart is shattered--just as they are. 

rasya

Marz 

I picked up this book because I thought it storyline seemed unique and different and unlike something I would have read before. However I found this book to be disappointing,  while it had one of the most amazing opening scenes and some vivid descriptions, this book was just odd. Like I knew it was going to be strange but it was just odd. I wished the book focused more on dewi ayu and beauty her last daughter and less on her 3 other daughters and the backstories of each of their husbands. Like I understood their relevance to the plot but it was quite irksome every time it cut to the life story of yet ANOTHER character , it took away from the central point in this book. Also there was far too much rape in this book , it was almost trivialized I felt.

mutiara

** spoiler alert **
           waktu ospek kuliah, ada sesi diskusi bareng kating "feminis"--saya (sedikit) naksir beliau--yang membahas angkatan sastra indonesia. buku ini pun dibahas. ternyata obrolan kami nyambung dan kating itu bilang: "kalo udah baca bukunya, bilang, ya, biar kita bisa obrolin." saya ketakutan sendiri dengan jumlah halaman yang menurut saya kebanyakan. mau ngomongin apa, sih, sampe butuh 500 halaman? cuma saya dan beberapa teman tetap berencana untuk membaca buku ini walaupun akhirnya ketumpuk sama banyaknya tugas dan kating tersebut sibuk sama pacarnya (yang ternyata laki-laki, saya masih patah hati). 

pas edisi spesial 20 tahunnya keluar, saya ingat janji itu. mengirim pesan ke dua teman yang sudah membaca untuk menanyakan isinya sebagai pertimbangan untuk membeli (saya bersumpah untuk gak membaca buku tulisan penulis laki-laki lagi--tapi eka pengecualian karena sering dijadikan bahan tugas oleh dosen saya). satu teman saya bilang: "gak usah soalnya cuma bikin kesel kayak penulis laki-laki nulis karakter perempuan lainnya", sedangkan yang satu lagi bilang: "[sambil tertawa] beli aja, nanti kita marah-marah bareng-bareng".

sampailah saya di sini, membaca 50 halaman pada bulan maret yang terhenti karena skripsi (saya sempat alergi buku sastra indonesia) dan menghabiskan sisanya dalam waktu lima hari. selain kebanyakan menghela napas karena adegan menjijikkan--percayalah, saya terbiasa membaca buku djenar (bukan sombong, saya cuma baca sastra wangi dan buku penulis perempuan selama kuliah karena sumpah saya di paragraf kedua), tapi ini di luar batas saya--saya juga kebanyakan merekam marah-marah saya yang saya kirim melalui voice note ke teman saya. setidaknya jadi penghibur kesuntukkan dia yang sedang menulis skripsinya, yang juga menjadikan perempuan patah hati yang kembali menemukan cinta melalui mimpi karya eka sebagai objek skripsinya.

pertanyaan kami berdua adalah kenapa dari dua buku yang kami baca--buku ini dan buku objek skripsi teman saya--semua karakter perempuan di dalamnya selalu menderita: diperkosa, dinikahkan dengan pemerkosanya, diselingkuhi, dibunuh. setiap saya menganggap kejadian di halaman ini adalah kejadian terburuk, anggapan selalu dipatahkan karena selalu ada yang lebih buruk di halaman-halaman berikutnya. 

yang membuat saya lebih kesal adalah walaupun membaca buku ini sama dengan menyiksa diri sendiri, saya tidak bisa berhenti membuka halaman berikutnya. saya terus menerus penasaran apa yang akan membuat saya lebih jijik dari kejadian sebelumnya. bukannya saya menikmati berbagai cara perempuan tersiksa sepanjang hidupnya, tapi apalagi yang bisa dilakukan laki-laki untuk membuat hidup perempuan lebih sengsara. biasanya saya gak terlalu suka dengan alur maju mundur (karena saya sering lupa dengan detail yang mengharuskan untuk baca ulang), tapi kayaknya eka tau semua pembacanya bakal kewalahan dan memutuskan untuk sering menjelaskan ulang detail tentang karakternya. 

apakah butuh 500 halaman untuk menyampaikan cerita ini? apakah harus semua karakter perempuannya, sampai yang tidak cantik sekalipun, hidupnya tersiksa? apakah karakter laki-laki yang sadar kalau mereka menyakiti karakter perempuan adalah bentuk kalo kelakuannya gak boleh dicontoh? seperti kliwon yang bilang ke ibunya kalo amanda masih 8 tahun menunjukkan kalo dia aware bahwa nikahin anak kecil adalah grooming? tapi kenapa dia nyulik amanda ke tengah laut berminggu-minggu pas amanda masih di bawah umur? sepertinya logika harus dilupakan sebentar selama membaca buku ini karena kebanyakan bertanya gak akan memunculkan jawabannya juga. 

baca buku ini seperti baca portal berita tanpa sensor karena sayangnya tiap hari ada artikel baru yang bahas gimana buruknya nasib seseorang kalo hidup sebagai perempuan. selain itu, ngingetin waktu saya iseng beli norwegian woodnya murakami dan berhenti gitu aja setelah membaca 30 halaman. ya, mau gimana lagi, perempuan di mata laki-laki selamanya bakal selalu begitu.

Athiril Ard

laetitia

3.5 
v strong start! quite masterful & sweeping in scope, but dwindled towards the end. was also a little uncomfy about the consistent rape tropes

To be a woman is to perform, and that shit's fucked up

chai

Joyce Gu

Güzeller güzeli Endonezyalı fahişe Dewi Ayu, ölümünden yirmi bir yıl sonra, fırtınalı bir ikindi vakti, ailesine musallat olan bir lanetin intikamını almak için mezarından çıkar. Kızları ve torunları, portakal bahçeleri ve karambola ağaçlarının ortasında, şiddet, ensest, cinayet, delilik ve kalp yarasından mustarip hayatlar yaşamaktadırlar. Hepsi nefes kesici bir güzelliğe sahiptir, biri hariç: İsmi Güzel’dir, çirkinliği ise dillere destan.

34 dile çevrilen Güzellik Bir Yaradır, Endonezya’nın hayali Halimunda şehrinde geçen, korkutucu kadınlar ve iradesiz erkekler, komünist hayaletler ve kinci ruhlar, iffetli prensesler ve merhametsiz haydutlar hakkında, epik bir masal. Tarih ile halk efsanelerini iç içe geçiren Eka Kurniawan karanlık ve aydınlığın el ele dans ettiği fantastik bir başyapıt sunuyor.

Güzellik Bir Yaradir

Irem

Kitap, bir zamanlar Halimunda’nın en güzel fahişesi olarak ün salan Dewi Ayu’nun, ölümünden 21 yıl sonra mezarından kalkıp yine “güzelliğin” açtığı yaraları kapatıp işleri tekrar yoluna koymak için evine geri dönüşü ile başlıyor. Dewi Ayu’nun hayatının İkinci Dünya Savaşı’ndan itibaren günümüze kadar sürecini anlatırken aslında Endonezya’nın tarihini de takip ediyorsunuz. Endonezya’nın bir Hollanda sömürgesi olduğu dönemden itibaren, yerli halkın ikinci sınıf insan görülmesi, kadınların sömürülmesi, aile içi şiddet, iç savaş, askeri darbe, toplu katliamlarla dolu korkunç tarihiyle yüzleşiyorsunuz. Ancak yazarın büyülü gerçekçilikle kara mizahı harmanladığı kitapta zaman zaman kahkahalarla gülüyor iki sayfa sonra da insanlıktan nefret edebiliyorsunuz. Şiddet, tecavüzler, ensest, delilik, iradesiz erkekler, acı çeken kadınlar, kinci kötü ruhlar ve komünist hayaletlerle dolu yetişkinlere yönelik, sarkastik bir peri masalı. Benim Endonezya edebiyatından okuduğum ilk kitaptı ve çok beğendim. Bir aile tarihiyle ülke tarihini aktarması ve büyülü gerçeklikten dolayı Marquez’in Yüzyıllık Yalnızlık kitabı ile çok kıyaslanıyor ancak bire bir benzer olduğunu düşünmüyorum. Zira Yüzyıllık Yalnızlık’tan hoşlanmayanların dahi sevebileceği bir kitap bence. Kapak sizi aldatmasın, mutlaka okuyun.

“Çaresizlik içinde ‘Komünist mi oldun yoksa?’ diye sordu. ‘Ancak bir komünist böyle kederli olabilir.’
‘Aşık oldum.’ dedi Kliwon annesine.
‘Daha kötüymüş.’ dedi annesi.”

“Öldükten sonra hatırlanacağınızı ummayın” dedi, “inanın insanlar doğrudan kendilerine dokunmayan hiçbir şeyi hatırlamazlar.”

madina

aku sebenarnya suka + horrified + terrified, tapi aku udah ngeliat terlalu banyak (view spoiler)[incest & bestiality dari nAx coWo edGy endonesa lainnya (hide spoiler)] jadi i was like, "when will this end?" it's terrifying. dewi ayu is a better candidate for president than lit rally any body else tho... also fuck men!!!!

daisy

3.5// ending yang tidak tertebak dan alur cerita berputar berputar, menarik untuk dibaca meski ada beberapa adegan yang cukup menganggu

Beauty is a Wound

Reviews

Highlights