Nora Ikstena

Air Susu Ibu

fatru tamzil

Air Susu Ibu ini novel yang sangat tipis, tapi membacanya menguras energi dan emosi, sebab diantara ceritanya, kita terbawa pada apa yang menjadi akar dari novel ini: trauma antar generasi dan depresi yang berkepanjangan. 

Air Susu Ibu dituturkan dalam dua narasi--narasi si "Ibu" sebagai anak, dan narasi narator utama, si anak yang mengamati Ibunya, yang perlahan, mengutip kata si anak "kehilangan pendar cahaya hidupnya." 

Novel ini terasa personal, dan beberapa isunya terasa sangat erat dengan isu-isi masa kini. Mengambil latar di Latvia dalam penjajahan Soviet, kedua generasi Ibu dan Anak ini mengamati bagaimana pendudukan dan revolusi bekerja, dan bagaimana mereka menjadi tuas di dalam mesin besar bernama Soviet. 

Dalam narasi si Ibu, kita bisa merasakan betapa dirinya yang dipenuhi harapan, perlahan-lahan mati sebab keadaan yang tak kunjung membaik. Ketakutannya, yang berkembang menjadi rasa depresi, memenuhinya hingga, meski ia terus berjuang, perlahan meredup. Sementara dalam narasi si Anak, kita bisa melihat betapa ia merasa masygul dirinya terbagi dua: dirinya sendiri dan dirinya yang harus bersama Ibunya. Bersama, mereka berjuang untuk meraih kembali kehidupan dan kebebasan. 

Jesse adalah tokoh pendamping yang mumpuni untuk cerita ini. Jesse adalah seorang perempuan Interseks. Dalam perjalanannya mencari diri, ia bertemu tokoh ibu. Jika kemudian ia berkata "terima kasih sudah mau memeriksaku," maka kalimat itu adalah bukti betapa sulitnya mencari pelayanan kesehatan buatnya. Jesse-lah yang kemudian menjadi keluarga kedua, bergandengan tangan hingga akhir cerita dengan si Anak, dan menemani si Ibu. 

Novel ini mengandung banyak simbolisasi serta ironi. Sebagai manusia, sampai mana kita sanggup bertahan hingga meraih kemerdekaan? Di balik sebuah kemerdekaan, ada begitu banyak jiwa yang dikorbankan, bahkan, dan lebih-lebih, mereka yang tidak gugur di medan perang.

Air Susu Ibu

Reviews