Okky Madasari

Apakah kehendak bebas benar-benar ada? Apakah manusia bebas benar-benar ada? Okky Madasari mengemukakan pertanyaan-pertanyaan besar dari manusia dan kemanusiaan dalam novel ini. Melalui dua tokoh utama, Sasana dan Jaka Wani, dihadirkan pergulatan manusia dalam mencari kebebasan dan melepaskan diri dari segala kungkungan. Mulai dari kungkungan tubuh dan pikiran, kungkungan tradisi dan keluarga, kungkungan norma dan agama, hingga dominasi ekonomi dan belenggu kekuasaan.

Bound---Pasung Jiwa

Buku ini jauh melampaui ekspetasi saya. Begitu kaya, berbobot, dan lebih membuka pandangan saya terhadap sesuatu. Saya diajak untuk menilik dunia dari perspektif yang berbeda, tentang kebebasan jiwa yang terkungkung dan tersembunyi di dasar terdalam diri. Tidak ada tempat yang benar-benar aman untuk manusia. Kalau tidak dikungkung di teralis dan tembok-tembok tinggi, ya diikat dengan moral dan aturan.

Mbak Okky adalah penulis yang kritis dan berani. Menurut saya, mengangkat isu-isu yang tabu dan penyampaian makna tentang kebebasan di dalam buku ini cukup berbahaya. Contohnya tokoh Banua yang mengartikan "kebebasan" adalah lepas, kembali kepada pangkuan Maha Kuasa—bunuh diri. Kita memang tidak dapat memungkiri ada manusia yang memiliki pikiran seperti itu, dan penulis menjabarkannya dengan baik.

Memiliki latar belakang yang baik, termasuk memiliki keluarga yang sempurna memang bukanlah jaminan bagi pengembangan karakter seseorang—dan ini yang merasa saya begitu emosi dengan Sasana, hahaha. Tapi, seiring waktu berjalan, saya dibuat kagum dengannya. Di tengah-tengah "kegilaannya", Sasana tahu apa yang dirinya mau, kritis, dan berani. Serta Cak Jek, yang mengalami pasang surut kehidupan namun masih tetap dapat menguasai dirinya sendiri dalam upaya mencari jati diri dan kebebasan. Honestly, mereka berdua adalah orang yang tidak tahu diri, tapi apalagi yang bisa dilakukan untuk tetap bertahan di dunia yang bahkan tidak memihak mereka?

Di akhir cerita, saya mendapat pencerahan. Bahwa kebebasan tetap memiliki batas. Bahwa untuk mencapai kebebasan berarti kita perlu menerima segala keterbatasan kita. Yang saya simpulkan, kebebasan bisa jadi berbahaya, namun kebebasan yang sejati adalah yang kebebasan yang kita ciptakan sendiri.

Stefanie Sugia

"Seluruh hidupku adalah perangkap....
Sekarang aku di sini. Dalam perangkap yang terlihat mata. Diimpit tembok-tembok tinggi yang sebenarnya. Terkurung, tertawan, terpenjara. Entah berapa lama.
Mungkin aku akan tabah menjalaninya. Menunggu hingga hari pembebasan tiba - walaupun bukan hari pembebasan yang sebenarnya. Karena saat hari itu tiba, aku akan kembali masuk ke perangkap-perangkap lainnya."
Sasana adalah seorang lelaki yang lahir dari orangtua yang mapan; Ayahnya adalah seorang pengacara, sedangkan Ibunya adalah dokter bedah. Sejak kecil, Ayah dan Ibunya menyuruhnya belajar dan berlatih main piano - dan meskipun Sasana cukup berbakat dalam memainkan alat musik itu, ia tidak pernah benar-benar menyukainya. Namun ia seketika jatuh cinta saat pertama kali ia mendengar musik dangdut, dan Sasana begitu menikmatinya hingga tanpa ia sadari tubuhnya sudah menari-nari mengikuti irama. Ketika orangtuanya tahu, sikap Sasana itu dianggap memalukan - sehingga Sasana kemudian disekolahkan di sekolah khusus laki-laki. Namun Sasana justru semakin menderita dan seolah terpenjara....
"Beberapa kali ada guru yang melihat penganiayaan. Tapi tak ada yang mengambil tindakan. Tak ada yang kena hukuman. Bagi sekolah ini, keributan, perkelahian, penganiayaan, adalah urusan kecil remaja laki-laki yang bisa diselesaikan mereka sendiri. Aku pun jadi membenci laki-laki. Membenci diriku sendiri yang jadi bagian laki-laki. Jika aku bukan laki-laki, aku tak akan masuk sekolah ini. Jika aku tak masuk sekolah ini, aku tak akan menderita seperti ini"....
Baca review selengkapnya di:
http://www.thebookielooker.com/2013/1...

Bound---Pasung Jiwa

Reviews