Tere-Liye

Gnalup-pergi

Athiril Ard

Akhirnya aku paham kenapa ada yang kecewa sama buku ini. 

Selain ganti penerbit, ada secuil gaya bahasa yang berubah. Hanya beberapa, tidak akan disadari oleh mereka yang tidak terlalu teliti. Contoh saja: White tidak bersama 'Aye, aye'-nya lagi. Bagi beberapa orang, ini sungguh berarti.

Tapi tak apalah. Kita sebagai pembaca, ya, menikmati saja. Toh, seharusnya kita senang karena Bang Tere memberi lanjutan kisah antara Bujang-Maria. Di buku ini juga diceritakan kisah cinta Salonga--yang notabenenya orang tua menyebalkan. Semua itu cukup membuat hati ini bahagia.

Pulang-Pergi merupakan serial lanjutan dari kisah si Babi Hutan alias Bujang dengan topik utama shadow economy. Buku ini benar-benar full action dan didominasi aksi pelarian Bujang dkk.

Semua bermula dari pertunangan Bujang dan Maria, yakni putri tunggal Otets yang merupakan pemimpin Bratva, penguasa shadow economy Rusia. Bujang menikah dengan Maria karena Bujang berhasil mengalahkan Maria dalam sebuah pertarungan. Sayangnya acara itu harus berakhir tragis karena pengkhianatan Natascha, pengawal kepercayaan Otets sekaligus orang terdekat Maria. 

Bujang-Maria melakukan aksi pelarian dan pertarungan antara hidup dan mati dengan Natascha serta pasukan elitnya, Black Widow. Tidak hanya itu, Bujang-Maria juga harus menghadapi kelompok-kelompok pembunuh bayaran karena berita acara Natascha.

Bergabungnya Thomas (Negeri Para Bedebah), Salonga, White, Yuki, Kiko, dan Junior dalam aksi pelarian membuat cerita semakin seru dan menyenangkan. Karena aksi pelarian, pembaca diajak berkeliling mulai dari Saint Petersburg, Estonia, Belarusia, Latvia, Chernobyl, dan Kiev, Ibukota Ukraina.

Lalu yang tak kalah membuat cerita semakin seru adalah "duet" lanjutan.

Jujur, saya merasa gaya penulisannya cukup berbeda dengan buku sebelumnya. Mungkin karena faktor perbedaan penerbit? Saya pribadi lebih menyukai penulisan di buku sebelumnya karena sedari awal membaca bab pertama Pulang-Pergi sudah ada banyak kata-kata terpotong. Selain itu terlalu banyak sound effect yang tidak perlu—dan selalu ada di adegan tembak-menembak. Menurut saya akan lebih baik sound effect tersebut tidak perlu dicantumkan, karena selain cukup mengganggu, saya kira pembaca lainnya juga sudah dapat memahami bahwa itu adalah adegan pertarungan.

Selain itu, saya menemukan banyak kesalahan pengetikan dan kosakata asing yang tidak ditulis artinya—baik berupa catatan kaki atau penjabaran narasi. Ini membuat bingung karena saya tidak tahu kata asing itu berbentuk apa, obrolan kah atau malah umpatan. Dan cukup merepotkan untuk pergi ke Google Translate saat adegan seru berlangsung.

Dari semua hal, yang fatal bagi saya adalah tidak ada lagi "Aye-aye" milik White. Saya merasa kehilangan karena itu merupakan ciri khas milik White yang selalu mengingatkan saya bahwa saat ini saya tengah membaca Serial Si Babi Hutan yang notabene serial kesukaan saya. Tak hanya itu, karena ada Thomas yang notabene tokoh utama cerita sebelah, saya merasa Bujang jadi sama dominannya dengan Thomas—padahal ini adalah Serial Si Babi Hutan, cerita milik Bujang. 

Kisah Bujang dan Maria juga harus puas dengan open-ending, meski begitu akhirnya pembaca dapat mengetahui kisah cinta Salonga yang misterius. Setidaknya rasa penasaran saya selama ini terbayar satu.

Di luar kompleksitas dan riset keren Pak Darwis, menurut saya tempo ceritanya cukup cepat. Sungguh, berbeda dengan buku sebelumnya. Rasanya seperti membaca buku yang berbeda.

Gnalup-pergi

Reviews