Rumah Leluhur Kami Kelebihdahuluan dan Dualisme dalam Masyarakat Bali Dataran Tinggi
Rumah Leluhur Kami adalah etnografi tentang Masyarakat Bali Pegunungan (Bali Aga), kelompok etnik yang memiliki sejarah dan budaya khas sebagai penduduk asli Pulau Bali. Dalam gagasan populer tentang identitas Bali, masyarakat dataran tinggi ditampilkan sebagai imbangan konseptual untuk puri-puri yang didirikan di dataran rendah di wilayah selatan Pulau Bali oleh pendatang baru dari kerajaan Jawa, Majapahit. Tersembunyi dalam bayang-bayang budaya istana itu, dunia dataran tinggi Bali banyak terabaikan, meskipun Pulau Bali merupakan salah satu tempat yang paling banyak diteliti di dunia. Buku ini membahas organisasi sosial dan ekonomi status masyarakat Bali Aga dari perspektif teori inovatif tentang “kelebihdahuluan”. Semua domain regional, desa dan rumah asal di kalangan masyarakat Bali Aga dipahami dan diperingkat dengan mengacu pada gagasan dasar tentang asal suci pada masa lalu, dan tentang urutan kelebihdahuluan yang menautkan masa lalu dengan masa kini. Analisis tentang peringkat kelebihdahuluan, yang terdapat di semua lapisan organisasi sosial Bali Aga, memunculkan perkembangan teori status baru mengenai masyarakatmasyarakat Austronesia yang berbeda dengan paham hierarki seperti yang diusulkan oleh Luis Dumont dalam kajian klasiknya tentang sistem kasta India. Lembaga unik yang lazim terdapat di semua desa dataran tinggi adalah majelis besar tetua berperingkat dan berpasangan (desa ulu apad). Anggota majelis lokal diperingkat secara rumit dan duduk di rumah panjang desa sesuai dengan urutan kelebihdahuluan. Peringkat kelebihdahuluan disusun berdasarkan urutan waktu dari kapan masing-masing anggota majelis membentuk rumah tangga tersendiri. Paro-masyarakat seremonial dalam ulu apad, pada gilirannya, merupakan ilustrasi yang relevan tentang nilai penting mendasar dualisme dalam alam pikiran dan masyarakat Bali Aga. Analisis berpuncak pada teori komparatif yang mengusulkan dua bentuk dasar dualisme (simetris dan inkremental) untuk masyarakat-masyarakat di Indonesia dan kawasan lain. Fokus kemudian bergeser ke hubungan sosial di antara kerabat, kerabat dari hubungan perkawinan dan sesama warga di berbagai “rumah asal leluhur” ( sanggah kemulan) yang membentuk desa. Sanggah-sanggah tersebut juga diperingkat berdasarkan urutan kelebihdahuluan, tergantung pada kedekatan temporalnya dengan rumah asal puncak. Teori kekerabatan klasik tidak dapat menjelaskan fleksibilitas hubungan sosial dalam jaringan-jaringan tersebut. Alih-alih, masyarakat Bali Aga merupakan contoh dari “masyarakat rumah” yang terdapat di seluruh dunia berbahasa Austronesia. Kajian ini menantang sebagian asumsi yang mendasari model-model kontemporer tentang rumah