Gerakan Sabuk Hijau
Berangkat dari pengamatan sederhana bahwa penggundulan hutan telah membuat perempuan di desanya harus berjalan lebih jauh lagi untuk mencari kayu bakar, Wangari Maathai, seorang perempuan suku Kikuyu di Kenya, akhirnya mencermati adanya kaitan gamblang antara rezim pemerintahan yang tidak demokratis, kerusakan lingkungan, kemiskinan, subordinasi terhadap kaum perempuan, dan perdamaian. Rezim yang tidak demokratis cenderung menguras sumber daya alam demi kepentingan bisnis. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akan menyulut pertikaian antar kelompok masyarakat demi memperebutkan sumber daya yang kian langka. Ujungnya adalah kemiskinan, yang dampaknya paling dirasakan oleh kaum perempuan. Pada 1977 Maathai merintis Gerakan Sabuk Hijau untuk mendorong kaum perempuan menanam pohon. Awalnya gerakan ini dicemooh, lantas ditakuti oleh pemerintah. Dengan berdemonstrasi menentang pembangunan gedung pencakar langit dan proyek-proyek perusak lingkungan lainnya, kaum perempuan Kenya membuat konfrontasi langsung dengan pemerintah berkuasa. Penindasan dan pemenjaraan sewenang-wenang tidak menyurutkan aksi mereka untuk terus melawan proyek pembangunan yang tak memihak rakyat. Aktivisme Wangari Maathai telah menginspirasi PBB menggerakkan penanaman lebih dari 11 miliar pohon sejak 2006. Buku persembahan penerbit Marjin Kiri