Javid Namah Kitab Keabadian
Mi‘raj, sebagai pengalaman spiritual, lebih sering tidak hadir, bukan hanya dalam kenyataan sehari-hari kita, bahkan pun dalam bayangan atau pikiran kita. Javid Namah merupakan “imajinasi” sang pengarangnya, Iqbal, untuk melakukan perjalanan spiritual-intelektual yang terinspirasi dari pengalaman mi‘raj Nabi. Sebagai karya fiksi, Javid Namah bukan sekadar pengembaraan ide atau imajinasi yang liar-bebas tanpa berjangkar pada realitas. Lewat karya fiksi ini, Iqbal justru menemukan ruang yang luas untuk mengeksplorasi berbagai ide besar, yang selama ini menjadi isu-isu penting di ranah spiritualitas dan intelektual manusia sepanjang sejarah. Maka, lewat Javid Namah, Iqbal secara menawan mengajak kita melakukan perjalanan ruhani yang akan memantik kerinduan terdalam kita akan hakikat kemanusiaan dan ketuhanan. ISI BUKU Prakata — 9 Pengantar Edisi Prancis — 13 Munajat — 25 PROLOG DI LANGIT — 29 Hari Pertama Penciptaan: Langit Mencemooh Bumi — 29 Nyanyian Para Malaikat — 31 PROLOG DI BUMI — 33 Rumi Menerangkan Rahasia Mi‘raj — 33 Gazal — 31 Zarvan, Mengantar sang Musafir Menjelajahi Langit — 40 Nyanyian Bintang-Bintang — 41 DI LANGIT REMBULAN — 43 Jahan-Dust: Resi India yang Hidup Menyendiri — 45 Sembilan Wejangan sang Resi — 48 Munculnya Sorush — 49 Nyanyian Sorush — 50 Menuju Lembah “Thawasin” — 51 “Thasin” dari Buddha Gautama — 54 Penyesalan Seorang Gadis Penari — 54 “Thasin” dari Zarathustra — 55 Bujukan Ahriman — 55 “Thasin” dari Al-Masih — 57 Ru’yah dari Tolstoy — 57 “Thasin” dari Muhammad — 59 Ratapan Abu Jahal di Tepi Ka‘bah — 59 DI LANGIT MERKURIUS — 63 Perjumpaan Afghani dan Said Halim Pasya — 62 Agama dan Tanah Air — 66 Komunisme dan Kapitalisme — 67 Timur dan Barat — 68 Asas-Pokok Qur’ani tentang Dunia — 70 I. Manusia adalah Khalifah Tuhan — 70 II. Kedaulatan Tuhan — 72 III. Bumi Adalah Milik Tuhan — 74 IV. Hikmah Adalah Harta Tak Ternilai — 75 Pesan Afghani kepada Rakyat Rusia — 78 Rumi Meminta Zinda-Rud Bernyanyi — 81 Nyanyian Zinda-Rud — 82 DI LANGIT VENUS — 85 Majelis Dewa-Dewa Purba — 87 Nyanyian Baal — 88 Menyaksikan Fir‘aun dan Kitchener — 89 Gazal — 89 Menjumpai Darwis Sudan — 92 DI LANGIT MARS — 95 Keadaan Mars — 95 Berjumpa sang Astronom — 96 Tamasya di Negeri Marghadin — 98 Seorang Gadis Mengaku Nabi — 101 Pidato Nabi Wanita — 102 DI LANGIT JUPITER — 105 Senandung Hallaj — 106 Senandung Ghalib — 107 Nyanyian Tahira — 107 Zinda-Rud Berdialog dengan para Wali — 108 Kemunculan Setan — 118 Ratapan Setan — 120 DI LANGIT SATURNUS — 123 Lautan Darah — 124 Kehadiran Ruh India — 124 Rintihan Ruh India — 124 Penyesalan Kedua Penumpang — 126 DI LUAR LANGIT — 126 Menjumpai Nietzsche — 126 Menuju Taman Surga — 129 Istana Syarafun Nisa — 131 Mengunjungi Ali Hamadan dan Tahir Gani — 132 Di Hadapan Hamadan — 133 Percakapan dengan Penyair India, Bhartrihari — 139 Menuju Istana Raja-Raja Timur: Nadir, Abdali, dan Sultan yang Syahid — 141 Kemunculan Nasir Khusraw Alawi — 144 Pesan sang Syahid kepada Sungai Kaveri — 149 Makna Hidup, Mati, dan Pengorbanan — 149 Zinda-Rud Menuju Surga — 150 Doa para Bidadari Firdaus — 150 Gazal dari Zinda-Rud — 152 DI HADIRAT ILAHI — 155 Suara Keindahan Abadi — 157 Tajalli Kilau Ilahi — 160 PESAN UNTUK JAVID — 161 Pesan untuk Kaum Muda — 161 Indeks — 171 Tentang Penerjemah — 179 PRAKATA Di suatu pagi tahun 1976, saya berjumpa dengan Bapak (almarhum) Drs. Bahrum Rangkuti di lapangan Monas, yang seperti saya juga, sedang melakukan olahraga pagi. Walaupun kami tidak saling berkenalan sebelumnya, saya beranikan diri saja untuk menyapa dan beliau pun menjawab dengan ramah, seraya bertanya apa saya masih bekerja di sebuah perusahaan. Saya jawab, baru kali ini saya berkenalan dengan beliau. Sebelumnya, saya hanya pernah menyaksikan beliau di TIM, tahun 1974, dalam suatu acara memperingati Iqbal. Karya beliau pertama yang saya kenal ialah Rahasia-Rahasia Pribadi, terjemahan karya Iqbal Asrar-i-Khudi. Selanjutnya, dengan nada kurang serius, sekadar mengisi percakapan, saya bertanya, kapan kiranya dia akan menerjemahkan Javid Namah, salah satu magnum opus dari karya-karya Iqbal. Kebetulan saya baru mendapat terjemahan kitab tersebut dalam bahasa Inggris (aslinya dalam Persia), oleh Syaikh Mahmud Ahmad, terbitan Lahore. Terjemahan itu, berbentuk puisi, ternyata cukup sulit saya pahami. Beliau terperangah, mungkin tidak berharap pertanyaan seperti itu muncul di tengah suasana santai pagi hari. Lalu, beliau meminta saya mampir di rumah beliau, bila ada waktu, untuk membicarakan hal itu, suatu permintaan yang, saya sesalkan, hingga kini tidak pernah saya penuhi. Beberapa bulan kemudian, Ramadhan, kami berjumpa di tangga Masjid Istiqlal. Kali ini beliau yang menegur lebih dulu dan menyinggung soal penerjemahan Javid Namah yang ternyata sudah lama beliau pikirkan. Dia bertanya, mengapa saya belum juga singgah ke rumahnya untuk memperbincangkan masalah tersebut. Terus terang saya akui, ada perasaan segan pada saya untuk membicarakan Iqbal dengan seorang yang menguasai pemikirannya karena saya merasa tidak tahu banyak tentang alam pikiran Iqbal. Tidak berapa lama kemudian, terdengar kabar, Bapak Bahrum Rangkuti berpulang ke rahmatullah. Saya sungguh menyesal, pertama, tidak memenuhi undangan beliau untuk datang ke rumahnya, dan kedua, telah mengingatkan almarhum tentang suatu rencana yang belum sempat dilaksanakan walaupun sudah lama dipikirkan. Tiga tahun kemudian 1979, saya ditugaskan untuk belajar ke Prancis, dan harus bermukim di sana selama beberapa tahun. Suatu saat ketika sedang berjalan-jalan di Quartier Latin, suatu tempat terkenal di Paris itu, mata saya tertumpu ke etalase toko buku, yang antara lain memajangkan buku berjudul Le Livre de l’Éternité (“Kitab Keabadian”) terjemahan Prancis dari judul aslinya, Javid Namah karya Iqbal. Saya beli, dan ketika saya baca, ternyata puisi panjang Iqbal ini diterjemahkan dalam bentuk prosa, dan ini bagi saya jauh lebih mudah dipahami. Terjemahan bahasa Prancis ini dikerjakan oleh Eva de Vitray-Meyerovitch dan Dr. Mohammad Mokri. Eva de Vitray-Meyerovitch adalah seorang muslimah Prancis, sering muncul dalam siaran Agama Islam hari Minggu pagi di saluran satu televisi Prancis dengan nama Islam Hajjah Hawa. Beliau menduduki jabatan Directeur de la Recherce (Direktur Penelitian) pada CNRS (Centre National de la Recherche Scientifique, semacam LIPI kita), dan juga profesor tamu pada Universitas Al-Azhar dan Universitas Kairo. Dia seorang spesialis yang mendalami karya dan pikiran Jalaluddin Rumi. Beliau menulis tesis doktor tentang alam pikiran dan ide yang terkandung dalam puisi-puisi Jalaluddin Rumi. Selain itu, dia banyak menerjemahkan karya Rumi ini ke dalam bahasa Prancis, misalnya kumpulan puisi Diwan-i-Shamsi Tabriz dan Matsnawi, dan karya Rumi yang berbentuk prosa Fihi Ma Fihi. Terjemahan bahasa Indonesia ini saya lakukan tidak langsung dari buku aslinya, karena saya sama sekali tidak paham bahasa Persia. Terjemahan ini dilakukan berdasarkan terjemahan Prancis Eva de Vitray-Meyerovitch dan Dr. Mohammad Mokri tadi. Sengaja ini saya lakukan, karena ternyata puisi dapat diterjemahkan ke dalam bentuk prosa, dan juga penerjemahan Prancis ini lebih mudah dimengerti. Namun demikian, dalam melakukan terjemahan ini, saya selalu membandingkan terjemahan Prancis dengan terjemahan Inggris yang dilakukan oleh Syaikh Mahmud Ahmad, untuk memeriksa dan mengontrol pengertian saya. Tentu, terjemahan yang saya lakukan ini banyak kurangnya. Mengubah puisi menjadi prosa saja sudah mengurangi kekayaan dan kedalaman makna yang terkandung pada puisi aslinya. Sesudah itu, terjemahan dilakukan dari tangan kedua, tidak langsung dari bahasa yang asli. Sungguhpun demikian, saya berharap bagai pepatah lama: calak-calak keganti asah, sembari menunggu sang ahli tiba, untuk sementara terjemahan Indonesia dari Javid Namah ini ada gunanya memperkaya khazanah budaya dan memperluas cakrawala alam pikiran Islam di Indonesia. Mudah-mudahan kelak ada di antara kita yang menerjemahkan Javid Namah ini langsung dari bahasa Persia, dan akan lebih baik lagi bila ia menerjemahkannya juga dalam bentuk puisi, seperti telah dilakukan almarhum Bapak Drs. Bahrum Rangkuti atas karya Iqbal, Asrar-i-Khudi. Penerjemah dr. Mohammad Sadikin, D.Sc. [Mizan Publishing, Islam, Terjemahan, Klasik, Indonesia]